[Review] Alberthiene Endah - Cewek Matre


Judul: Cewek Matre
Pengarang: Alberthiene Endah
Penerbit: PT Gramedia Pustaka Utama
Tahun Terbit: 2004
Tebal buku: 464 hlm
My rating: 3/5 stars



Sinopsis:
Lola humas radio City Girls FM yang cerdas, cantik, seksi, dan... miskin! Miskin? Yah, tentu saja! Dengan gaji yang seadanya, Lola tidak mampu membeli tas branded, sepatu mahal, gaun mewah, dan jelas tak bisa bersaing dengan teman-temannya yang pulang-pergi belanja di Singapura dan Hong Kong. Bosan berkeluh-kesah, Lola menjalankan taktik baru: jadi cewek matre! Memang itu kan fungsi adanya pria-pria kaya dan mapan di Jakarta ini? Dengan segera Lola bergelimang kebahagiaan. Sepatu dan tas baru, gaun indah, dan perawatan tubuh yang membuatnya tampil semakin kinclong. Tapi semua itu bukannya tanpa harga yang mahal. Hatinya kusut. Otaknya ruwet. Dan saat cinta sejati datang, Lola menangis... cinta dan harta sama-sama merupakan pilihan yang menarik!

Review:
Ini pertama kalinya baca buku karangan Alberthiene Endah. Dari segi gaya penulisan, gaya penulisannya tidak bisa saya bilang melelahkan (karena lumayan banyak ada deskripsi atau pemikiran di dalam tanda kurung seperti yang saya lakukan saat ini) tapi juga bukan favorit saya. Balik ke selera masing-masing mungkin. Yang jelas awal membaca cerita saya merasa bosan karena belum ada konflik yang wah. Setelah melihat-lihat beberapa komentar di Goodreads, ternyata memang menjadi kebiasaan penulis untuk mendeskripsikan latar belakang tokohnya kenapa sifatnya seperti itu. So that's why...

Bagian yang membuat saya lebih tertarik untuk membacanya mulai dari tengah sampai akhir buku, ketika Lola memberanikan diri untuk menjadi cewek matre. Geleng-geleng kepala dan tertawa di sepanjang bagian dia mencoba bertemu dengan calon korbannya. Dan saya terus bertahan sampai akhir cerita dengan ending yang sweet menurut saya. Menggantung tapi memang lebih baik seperti itu, kalo menurut saya.

Tidak banyak quotes yang saya ingat karena value dalam buku ini yang lebih penting bagi saya. Bahwa yang namanya cewek matre dan cowok kebanyakan duit yang suka membelikan barang untuk ceweknya (serta sebaliknya) itu memang ada, bahkan 10 tahun setelah buku ini diterbitkan. Kehidupan kedua jenis orang tersebut bisa saja simbiosis mutualisme sampai salah satunya tidak sanggup untuk memenuhi kewajibannya dan mereka bubar jalan. Tapi yang membuat saya berpikir lebih jauh, apakah memang sudah kodrat orang tersebut untuk menjadi matre atau lingkungan yang memaksa mereka untuk beradaptasi?

Sebagai seorang wanita yang datang dari kalangan menengah dan menghabiskan banyak waktu di lingkungan perkotaan, tentunya saya bisa relate dengan apa yang dirasakan tokoh utama. Ketika berada di suatu tempat dan dikelilingi dengan sekian banyak barang branded tapi tidak mampu membelinya, I get that. Tapi bukan berarti saya akan mencontoh buku ini loh, karena menurut saya menjadi cewek matre bukan jalan yang tepat untuk dilakukan. Saya pribadi lebih memilih menabung untuk membeli barang-barang yang saya suka ketimbang memaksa membeli sesuatu saat keuangan tidak mencukupi. Dan masih ada cara-cara lain yang bisa dilakukan, tergantung kreatifitas dan kesiapan mental orang yang berada dalam posisi tersebut.

Overall, it's a pretty great book. Bisa membuka mata saya terhadap realita yang terjadi di dunia nyata, not just the bubble that I lived in. 

Comments

Popular posts from this blog

Share the Love 2017: #Giveaway oleh @mandewi dan @afifahtamher

2018 Reading Goals