[Opini Bareng] Hubungan dengan Pembaca
Pertama kali ikut post opini bareng! Yeay!
Sejak menjadi member BBI, baru kali ini aku ikut kegiatan opini bareng yang diadakan setiap bulan. Untuk bulan April 2015, temanya adalah Hubungan dengan Pembaca. Setelah menghabiskan waktu kurang lebih 5 menit *malas mode on* untuk mencari tahu sebetulnya hubungan seperti apa yang dimaksud, aku memutuskan untuk menggunakan sumber ini dan ini. Dari 2 sumber tersebut, hubungan dengan pembaca yang dimaksud adalah hubungan pembaca dengan karya sastra, dan juga hubungan pembaca dengan penulis.
Hubungan Pembaca dengan Penulis
Topik ini membuatku teringat dengan post kak Ren tentang Reviewer atau Blogger sebagai Penulis dan Sebaliknya. Sedikit intermezzo, aku cukup setuju sih dengan apa yang disampaikan kak Ren, bahwa tidak ada salahnya kalau seorang reviewer/blogger menjadi penulis, maupun sebaliknya. Dan mereka (sebagai reviewer/blogger) juga tidak harus lunak terhadap buku yang mereka review meskipun tidak suka. Teman maupun bukan.
Hubungan pembaca dengan penulis itu simbiosis mutualisme, in a positive-thinking way. Pembaca yang dimaksud disini itu bisa pembaca pasif (hanya membaca) maupun yang aktif (menuliskan review buku). NOTES: Istilah ini buatanku sendiri, kalau salah mohon dibenarkan.
Seorang penulis pasti membutuhkan pembaca untuk membaca karyanya. Dan hasil dari pertemuan antara buku dengan pembaca itu bisa 3 kemungkinan: suka, biasa saja, tidak suka. Masih dengan berpikir positif, menurutku 3 kemungkinan tadi akan menghasilkan pujian, saran, atau kritik yang ditujukan pada penulis itu sendiri. Aku menggambarkan hubungannya seperti gambar dibawah ini.
Hubungan pembaca dengan penulis bisa saja love-hate relationship, in a negative-thinking way. Untuk pemikiran ini, aku mengambil contoh kasus ekstrim, dimana seorang pembaca bisa saja sangat memuja penulis kesukaannya sampai kemudian membenci siapapun yang mencelanya. Tapi ada juga pembaca yang sangat membenci penulis tertentu lalu menghinanya. Untuk kasus ekstrim 'love' dan 'hate' sering aku temukan di kolom review Goodreads.
Lantas, hubungan dengan penulis seperti apakah yang aku jalani? Meski ada penulis yang pernah masuk kategori love-hate relationship (bagian 'love'), tapi saat ini aku sudah berada dalam tahap normal. Artinya aku tetap suka karya yang dihasilkan, tapi tidak menutup mata juga kalau penulis yang bersangkutan memiliki kelemahan. Jadinya aku bisa menerima bahwa penulis yang kusuka bisa saja tidak disukai oleh orang lain. Dan hidup pun menjadi lebih tenteram :))
Sejauh ini, ada 3 pertemuan antara aku dengan penulis secara langsung yang cukup berkesan:
- Aku bertemu dengan penulis yang sudah sangat terkenal, buku yang telah diterbitkan sangat banyak, tapi aku tidak mempunyai satu pun karyanya. Aku hanya pernah membaca buku duetnya dengan penulis lain, tapi itu buku pinjaman. Selama 3 hari aku bertemu, aku cukup menyukai kepribadiannya yang cukup unik, dan sekarang aku juga menyukai kata-kata motivasi yang suka dia tulis. Aku berharap suatu hari bisa bertemu dia lagi dan saat itu aku sudah membaca buku dia.
- Seorang penulis yang sangat aku suka, yang aku follow juga di Twitter, tapi saat bertemu langsung aku jadi biasa saja. Aku tidak bisa menjelaskannya secara spesifik, karena aku juga bingung, tapi memang aku tidak merasa klik saja dengan penulis tersebut. Meskipun begitu, dari sini aku belajar bahwa aku bisa menyukai buku yang seseorang tulis tanpa perlu menyukai orangnya. And that's completely okay.
- Penulis yang satu ini aku suka karyanya, dan ternyata orangnya fun. Aku sempat mengobrol dengannya pada salah satu acara tahun lalu, dan aku suka interaksi yang ia bangun dengan pembacanya. Kalo berpikiran skeptis, interaksi itu pasti dianggap sebagai strategi marketing dsb. Tapi bagi aku effort yang dia tunjukkan untuk peduli dengan pembacanya itu sudah wow. Dan aku jadi semakin suka dengan penulis ini.
Bagaimana dengan kamu? Apa komentarmu tentang opini yang aku sampaikan? Apakah kamu punya pengalaman berkesan lain dengan penulis kesayanganmu?
Hubungan Pembaca dengan Karya Sastra
Karya sastra yang akan aku jadikan referensi tentunya yang berbentuk fiksi, karena aku sangat jarang membaca buku nonfiksi. Dan untuk pembahasan kali ini, aku ingin menggunakan 3 pertanyaan yang diberikan sebagai panduan oleh BBI:
Hubungan Pembaca dengan Karya Sastra
Menurut Wikipedia, karya sastra adalah ciptaan yang disampaikan dengan komunikatif tentang maksud penulis untuk tujuan estetika. Karya sastra dikenal dalam dua bentuk, yaitu fiksi dan nonfiksi.
Karya sastra yang akan aku jadikan referensi tentunya yang berbentuk fiksi, karena aku sangat jarang membaca buku nonfiksi. Dan untuk pembahasan kali ini, aku ingin menggunakan 3 pertanyaan yang diberikan sebagai panduan oleh BBI:
- Apakah kamu pernah merasa terhubung dengan suatu bacaan?
- Apakah kamu pernah mendapati buku yang pesan moralnya sama sekali bertentangan dengan pendapatmu? Bagaimana menyikapinya?
Untuk jawaban dari pertanyaan pertama, aspek 'terhubung dengan suatu bacaan' justru salah satu hal yang aku anggap sangat penting saat membaca buku. Karena ketika aku membaca suatu buku, apalagi dengan sudut pandang orang pertama, aku ingin bisa merasakan gejolak emosi yang dirasakan oleh si 'Aku' dalam buku tersebut. Dan ketika aku tidak bisa merasakannya, aku pasti akan langsung tidak menyukai buku tersebut.
Contohnya Sweet Nothings oleh Sefryana Khairil. Saat membaca buku ini, aku tidak bisa berempati (atau simpati?) pada Saskia, sang tokoh utama. Dan hal itu sangat tidak menyenangkan. Secara teori, sebagai sesama perempuan, tentunya akan lebih mudah bagi aku untuk bisa mengerti dan merasakan sakitnya Saskia dengan kegagalan pernikahannya serta sulitnya dekat dengan laki-laki lain. Tapi kenyataannya aku hanya mengerti, tapi tidak ikut merasa sakit. Makanya aku hanya memberikan 2 bintang untuk buku ini.
Berikutnya jawaban dari pertanyaan kedua dan ketiga. Tentu saja aku pernah mendapati buku yang pesan moralnya bertentangan dengan pendapatku. Terkadang bahkan aku sengaja mencari buku seperti itu, karena aku jadi bisa melihat suatu isu atau konflik dari sudut pandang lain.
Contohnya Maryam oleh Okky Madasari. Agak sulit bagiku untuk menyukai buku ini karena topik yang diangkat merupakan sesuatu yang berlawanan dengan keyakinanku. Tapi di sisi lain aku juga berpikir betapa tidak manusiawi untuk menyerang orang lain atas dasar perbedaan keyakinan. 2 sudut pandang itu yang membuat aku sangat menyukai tapi juga tidak menyukai buku ini dan akhirnya hanya dapat memberikan 3 bintang.
Bagaimana menurutmu? Adakah buku yang pesan moralnya sangat bertentangan dengan pendapatmu? Bagaimana kamu menyikapinya?
Comments
Post a Comment